Kamis, 16 April 2015

Psikologi Belajar

1)      Bagaimana peserta didik belajar?
Berkenaan dengan hal tersebut Paul B. Dierich dalam (Sardiman, 2004: 101) menggolongkan peserta didik belajar dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1.      Kegiatan- kegiatan visual (Visual Activities)
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.
2.      Kegiatan- kegiatan lisan (Oral Activities)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
3.      Kegiatan-kegiatan mendengarkan (Listening Activities).
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4.      Kegiatan-kegiatan Menulis (Writing Activities).
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5.      Kegiatan-kegiatan menggambar (Drawing Activities).
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
6.      Kegiatan-kegiatan motorik ( Motor Activities).
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7.      Kegiatan-kegiatan mental (Mental Activities).
Mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
8.      Kegiatan- kegiatan emosional (Emotional Activities)
Seperti misalnya,merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang. Penjabaran dari aktivitas- aktivitas  peserta didik dalam belajar di atas adalah sebagai berikut:
1.      Mendengarkan
Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru (dosen) menggunakan ceramah, maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan. Menjadi pendengar yang baik di tuntut dari mereka. Sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal yang di anggap penting. Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Tidak dapat disangkal bahwa aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-formal.
2.      Memandang 
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Dalam pendidikan, aktivitas memandang terrnasuk dalam kategori aktivitas belajar. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.
3.      Meraba, membau, dan mencicipi/ mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk  belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
4.      Menulis atau mencatat 
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Tetapi tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat yang dapat menunjang pencapaian tujuan belajar. Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.
5.      Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi. Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca.Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu. Oleh karena itu, wajarlah bila belajar itu suatu seni, sama halnya mengajar adalah seni (teaching as an art) sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku dengan suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku di antara keributan dapat belajar dengan baik, dan sebagainya. Pendek kata, orang membaca buku dengan berbagai cara agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat memilih teknik yangmana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak mengabaikan pola-pola umum dalam belajar.
6.      Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila diperlukan.
7.      Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. Semua tabel, diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas penjelasan yang penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat.
8.      Menyusun paper atau kertas kerja
Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode¬metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka berpikir yang logis dan kronologis.
9.      Mengingat 
Mengingat adalah salah satu aktivitas. Ingatan adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat kembali ke alam sadar. Ingatan (memory) seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat seseorang, alam sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur seseorang.
10.  Berpikir 
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang meniadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi.
11.  Latihan atau praktek 
Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, seseorang yang mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa Inggris. Kemungkinan besar rumus-rumus itu akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.(Halaman 147-149)
2)      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi belajar?
Faktor-faktor yang mempengaruhi “manusia belajar”, ada lima faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran :
1.      Latar belakang kultur peserta didik
Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang disebut potensi-potensi diri. Potensi diri merupakan pesan genetik yang disampaikan sang pencipta kepada individu, orang tua, guru, dan lingkungannya. Faktor ini meliputi aspek fisiologis dan psikologis. Yaitu, kondisi fisik; aspek fisiologis atau jasmani dan berkaitan dengan kualitas kesehatan, kualitas makanan, golongan darah, sidik jari, kualitas organ tubuh, pancaindra, kematangan yang berpengaruh pada ukuran fisik dll. Kondisi psikologis; kecerdasan, mental, kecepatan, kemampuan, minat, bakat, kecenderungan, sikap dan motivasi dll. Faktor eksternal siswa, merupakan faktor yang datang dari lingkungan anak yang ikut membentuk perilaku mereka dalam belajar, seperti: lingkungan alami, yakni lingkungan alam tempat anak hidup dan belajar. Lingkungan alam yang asri atau tercemar, lingkungan yang kondusif atau rawan bencana, belajar pagi, siang atau sore, suhu udara dan kondisi cuaca dll. Lingkungan sosial, orang tua, keluarga, guru-guru, teman-teman dll.
2.      Latar belakang pengalaman belajar
Pernah mengalami kegagalan atau bahkan selalu berprestasi, pengalaman bersama-sama kawan di kelas atau kelompok belajar sebelumnya, pengalaman belajar anak pada lingkungan sebelumnya.
3.      Kecermataan guru dalam mendesain pembelajaran(instrumental input) kesiapan sekolah
Upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna dan berkualitas, adil tanpa diskriminatif. Kemampuan guru memaksimalkan seluruh potensi belajar, dengan memanfaatkan materi, media, metode dan sumber belajar yang relevan, cermat dalam menentukan strategi dan pendekatan pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan alam dan sosial budaya sebagai sumber belajar yang disesuaikan dengan kurikuklum, program, sarana dan fasilitas sekolah. Kondisi yang sengaja dirancang dan dimanipulasi untuk melayani semua kebutuhan belajar peserta didik agar terlibat secara aktif, penuh dan langsung dalam pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Sehingga mereka mendapat pengalaman dalam melakukan perubahan tingkah laku secra optimal.
4.      Kemampuan awal peserta didik
a)      Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya., dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.
b)     Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun     
Selama tahapan ini individu mempelajari keterampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.
c)      Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak ”KENAPA?”.
d)     Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang. Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.                                       
5.      Karakter peserta didik
Kurikulum didasari oleh:
1)      Kemampuan awal peserta didik
2)      Karakter peserta didik
Beberapa karakteristik anak didik yang perlu dipahami oleh pendidik terutama dalam rangka melaksanakan praktek pendidikan, karakteristik tersebut antara lain:
1.      Anak didik adalah subjek
Maksudnya yaitu pribadi yang memiliki kedirisendirian, dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya sendiri untuk mencapai kedewasaaannya. Jadi, tidak dibenarkan jika anak didik sebagai “objek”, maksudnya sebagai sasaran yang dapat diperlakukan dan dibentuk dengan semena-mena oleh pendidiknya.
2.      Anak didik sedang berkembang
Setiap anak didik memiliki perkembangan, dalam setiap proses perkembangan tersebut terdapat tahapan-tahapannya. Oleh karena itu setiap anak didik yang berada dalam tahap perkembangan tertentu menuntut perlakuan tertentu pula dari orang dewasa terhadapnya.
3.      Anak didik hidup dalam “dunia” tertentu
Setiap anak didik hidup dalam “dunia” nya sesuai tahap perkembangannya, jenis kelaminnya, dan lain-lain. Anak didik harus diperlakukan sesuai dengan keanakannya atau sesuai dengan dunianya. Sebagai contoh adalah kehidupan anak SD berbeda dengan anak, SMP atau SMA. Oleh karena itu perlakuan pendidik terhadap anak SD, SMP dan SMA berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan masanya.
4.      Anak didik hidup dalam lingkungan tertentu
Anak didik adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkungan alam dan sosial budaya tertentu.oleh karena itu, anak didik akan memiliki karakteristik tertentu yang berbeda – beda sebagai akibat pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan atau dididik. Dalam praktek pendidikan, pendidik perlu memeperhatikan dan memperlakukan anak didik dalam konteks lingkungan dan sosial budayanya.
5.      Anak didik memiliki ketergantungan kepada orang dewasa
Setiap anak memiliki kekurangan dan kelebihan tertentu.dalam perjalanan hidupnya, anak masih memerlukan perlindungan, anak masih perlu belajar berbagai pengetahuan, perlu latihan dan keterampilan, anak belum tahu mana yang benar dan salah, yang baik dan tidak baik, serta bagaimana mengantisipasi kebutuhan dimasa depannya. Dibalik kebebasannya untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai kedewasaan, anak masih memerlukan bantuan orang dewasa.
6.      Anak didik memiliki potensi dan dinamika
Bantuan orang dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin dicapai oleh anak didik. Hal ini disebabkan anak didik memiliki potensi untuk menjadi manusia dewasa dan memiliki dinamika, yaitu aktif sedang berkembang dan mengembangkan diri, serta aktif dalam menghadapi lingkungannya dalam upaya mencapai kedewasaan. Meninjau dari beberapa karakteristik peserta didik tersebut, tugas pendidik adalah memberikan berbagai jenis bantuan secara positif agar anak mampu mewujudkan diri sebagai manusia dewasa.