1)
Bagaimana
peserta didik belajar?
Berkenaan dengan hal tersebut Paul B. Dierich dalam (Sardiman,
2004: 101) menggolongkan peserta didik belajar dalam pembelajaran antara lain
sebagai berikut:
1.
Kegiatan-
kegiatan visual (Visual Activities)
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.
2.
Kegiatan-
kegiatan lisan (Oral Activities)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,
diskusi dan interupsi.
3.
Kegiatan-kegiatan
mendengarkan (Listening Activities).
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok,
mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4.
Kegiatan-kegiatan
Menulis (Writing Activities).
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman,
mengerjakan tes dan mengisi angket.
5.
Kegiatan-kegiatan
menggambar (Drawing Activities).
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
6.
Kegiatan-kegiatan
motorik ( Motor Activities).
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan
pameran,membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7.
Kegiatan-kegiatan
mental (Mental Activities).
Mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan
dan membuat keputusan.
8.
Kegiatan-
kegiatan emosional (Emotional Activities)
Seperti misalnya,merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang.
Penjabaran dari aktivitas- aktivitas peserta didik dalam belajar di atas adalah
sebagai berikut:
1.
Mendengarkan
Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas
mendengarkan. Ketika seorang guru (dosen) menggunakan ceramah, maka setiap
siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan.
Menjadi pendengar yang baik di tuntut dari mereka. Sela-sela ceramah itu, ada
aktivitas mencatat hal yang di anggap penting. Mendengarkan adalah salah satu
aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada
aktivitas mendengarkan. Tidak dapat disangkal bahwa aktivitas mendengarkan
adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan
dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-formal.
2.
Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.
Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah
yang memegang peranan penting. Dalam pendidikan, aktivitas memandang
terrnasuk dalam kategori aktivitas belajar. Tapi perlu diingat bahwa tidak
semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam
arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai
dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas
memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju
pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai,
maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.
3.
Meraba,
membau, dan mencicipi/ mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat
dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya
aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh
suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau,
ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua
aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan
dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
4.
Menulis
atau mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan
dari aktivitas belajar. Tetapi tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas
mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan
sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar
yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta
menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian
tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat yang
dapat menunjang pencapaian tujuan belajar. Catatan sangat berguna untuk
menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-fakta, melainkan
juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.
5.
Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak
dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca di
sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, koran,
tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau
kuliah, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi. Kalau
belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah
jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak
membaca.Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan
perbedaan pada hal-hal tertentu. Oleh karena itu, wajarlah bila belajar
itu suatu seni, sama halnya mengajar adalah seni (teaching as an art) sambil
tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku sambil
mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku
tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku dengan suara
dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku di antara keributan
dapat belajar dengan baik, dan sebagainya. Pendek kata, orang membaca buku
dengan berbagai cara agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas
diri sendiri sangat penting, sehingga dapat memilih teknik yangmana yang lebih
sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak mengabaikan pola-pola
umum dalam belajar.
6.
Membuat
ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan
ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang
dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk
masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif,
bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara
membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal
ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari,
bila diperlukan.
7.
Mengamati
tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram,
ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi
seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar,
peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang
membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. Semua tabel, diagram,
dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas
penjelasan yang penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau
bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat.
8.
Menyusun
paper atau kertas kerja
Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus
metodologis dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode¬metode
tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka berpikir
yang logis dan kronologis.
9.
Mengingat
Mengingat adalah salah satu aktivitas. Ingatan adalah kemampuan
jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali
(remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga
fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat kembali ke alam sadar.
Ingatan (memory) seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat seseorang,
alam sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur seseorang.
10.
Berpikir
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir
orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang meniadi tahu tentang hubungan
antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada
taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir
yang tinggi.
11.
Latihan
atau praktek
Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki
adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat.
Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk
cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, seseorang yang
mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa Inggris. Kemungkinan besar
rumus-rumus itu akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan. Di
sinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan
kesan-kesan yang diterima lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan
dapat mendukung belajar yang optimal.(Halaman 147-149)
2)
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi belajar?
Faktor-faktor yang mempengaruhi “manusia belajar”, ada lima faktor
yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran :
1.
Latar
belakang kultur peserta didik
Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
siswa yang disebut potensi-potensi diri. Potensi diri merupakan pesan genetik yang
disampaikan sang pencipta kepada individu, orang tua, guru, dan lingkungannya. Faktor
ini meliputi aspek fisiologis dan psikologis. Yaitu, kondisi fisik; aspek
fisiologis atau jasmani dan berkaitan dengan kualitas kesehatan, kualitas
makanan, golongan darah, sidik jari, kualitas organ tubuh, pancaindra,
kematangan yang berpengaruh pada ukuran fisik dll. Kondisi psikologis;
kecerdasan, mental, kecepatan, kemampuan, minat, bakat, kecenderungan, sikap
dan motivasi dll. Faktor eksternal siswa, merupakan faktor yang datang dari
lingkungan anak yang ikut membentuk perilaku mereka dalam belajar, seperti:
lingkungan alami, yakni lingkungan alam tempat anak hidup dan belajar.
Lingkungan alam yang asri atau tercemar, lingkungan yang kondusif atau rawan
bencana, belajar pagi, siang atau sore, suhu udara dan kondisi cuaca dll.
Lingkungan sosial, orang tua, keluarga, guru-guru, teman-teman dll.
2.
Latar
belakang pengalaman belajar
Pernah mengalami kegagalan atau bahkan selalu berprestasi,
pengalaman bersama-sama kawan di kelas atau kelompok belajar sebelumnya,
pengalaman belajar anak pada lingkungan sebelumnya.
3.
Kecermataan
guru dalam mendesain pembelajaran(instrumental input) kesiapan sekolah
Upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna dan berkualitas, adil tanpa
diskriminatif. Kemampuan guru memaksimalkan seluruh potensi belajar, dengan
memanfaatkan materi, media, metode dan sumber belajar yang relevan, cermat
dalam menentukan strategi dan pendekatan pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan
alam dan sosial budaya sebagai sumber belajar yang disesuaikan dengan
kurikuklum, program, sarana dan fasilitas sekolah. Kondisi yang sengaja
dirancang dan dimanipulasi untuk melayani semua kebutuhan belajar peserta didik
agar terlibat secara aktif, penuh dan langsung dalam pembelajaran yang bermakna
dan menyenangkan. Sehingga mereka mendapat pengalaman dalam melakukan perubahan
tingkah laku secra optimal.
4.
Kemampuan
awal peserta didik
a)
Tahap Bayi (Infancy):
Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Periode ini disebut juga dengan tahapan
sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke
dalam mulutnya., dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode
ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan perasaan mistrust
(tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang
mengecewakan dan penuh frustrasi. Di awal kehidupan ini begitu penting
meletakkan dasar trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan
ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu
memiliki perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk
hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau
siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.
b)
Tahap
Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Selama tahapan ini individu mempelajari keterampilan
untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri,
melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk
latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini,
individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring
dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya
pemahaman tentang benar dan salah. Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa
terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses
toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya
rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya
dirinya.
c)
Tahap Usia
Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Pada periode ini,
individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan
secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Di masa ini, muncul sebuah kata
yang sering diucapkan seorang anak ”KENAPA?”.
d)
Tahap Usia
Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Periode ini
sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti,
berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya
pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa
tumbuh dan berkembang. Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini
mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas,
semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu
gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan
ketidak mampuan dan rendah diri.
5.
Karakter
peserta didik
Kurikulum didasari oleh:
1)
Kemampuan
awal peserta didik
2)
Karakter
peserta didik
Beberapa karakteristik anak didik yang perlu dipahami oleh pendidik
terutama dalam rangka melaksanakan praktek pendidikan, karakteristik tersebut
antara lain:
1.
Anak didik adalah subjek
Maksudnya yaitu
pribadi yang memiliki kedirisendirian, dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya
sendiri untuk mencapai kedewasaaannya. Jadi, tidak dibenarkan jika anak didik
sebagai “objek”, maksudnya sebagai sasaran yang dapat diperlakukan dan dibentuk
dengan semena-mena oleh pendidiknya.
2.
Anak didik sedang berkembang
Setiap anak
didik memiliki perkembangan, dalam setiap proses perkembangan tersebut terdapat
tahapan-tahapannya. Oleh karena itu setiap anak didik yang berada dalam tahap
perkembangan tertentu menuntut perlakuan tertentu pula dari orang dewasa
terhadapnya.
3.
Anak didik hidup dalam “dunia” tertentu
Setiap anak
didik hidup dalam “dunia” nya sesuai tahap perkembangannya, jenis kelaminnya,
dan lain-lain. Anak didik harus diperlakukan sesuai dengan keanakannya atau
sesuai dengan dunianya. Sebagai contoh adalah kehidupan anak SD berbeda dengan
anak, SMP atau SMA. Oleh karena itu perlakuan pendidik terhadap anak SD, SMP
dan SMA berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan masanya.
4.
Anak didik hidup dalam lingkungan tertentu
Anak didik adalah subjek yang berasal dari
keluarga dengan latar belakang lingkungan alam dan sosial
budaya tertentu.oleh karena itu, anak didik akan memiliki
karakteristik tertentu yang berbeda – beda sebagai akibat pengaruh lingkungan
dimana ia dibesarkan atau dididik. Dalam praktek pendidikan, pendidik perlu
memeperhatikan dan memperlakukan anak didik dalam konteks lingkungan dan sosial
budayanya.
5.
Anak didik memiliki ketergantungan kepada orang
dewasa
Setiap anak memiliki kekurangan dan
kelebihan tertentu.dalam perjalanan hidupnya, anak masih memerlukan
perlindungan, anak masih perlu belajar berbagai pengetahuan, perlu latihan dan
keterampilan, anak belum tahu mana yang benar dan salah, yang baik dan tidak
baik, serta bagaimana mengantisipasi kebutuhan dimasa depannya. Dibalik kebebasannya
untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai kedewasaan, anak masih
memerlukan bantuan orang dewasa.
6.
Anak didik memiliki potensi dan dinamika
Bantuan orang
dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin dicapai
oleh anak didik. Hal ini disebabkan anak didik memiliki potensi untuk menjadi
manusia dewasa dan memiliki dinamika, yaitu aktif sedang berkembang dan
mengembangkan diri, serta aktif dalam menghadapi lingkungannya dalam upaya
mencapai kedewasaan. Meninjau dari beberapa karakteristik peserta didik
tersebut, tugas pendidik adalah memberikan berbagai jenis bantuan secara
positif agar anak mampu mewujudkan diri sebagai manusia dewasa.